TUHAN, LAKI-LAKI & PRODUK IDEOLOGI GENDER

Celakanya, ideologi feminisme, terkonstruksi bukan melalui mekanisme sosial yang bersifat OBYEKTIF, alias tidak berlagsung apa adanya secara alamiah. Sebaliknya ideologi feminisme lebih merupakan PRODUK dari DOMINASI MASKULIN. Produk yang bersumber dari kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Bahkan seringkali dalam ranah spiritual, kaum perempuan tetap saja dipandang remeh atau prioritas kedua setelah kaum laki-laki. Dengan kata lain perempun sekedar berperan sebagai pelengkap penderita. Jika kita mau jujur mengakui, isi kitab suci pun memberikan kesan seolah tuhan itu berjenis kelamin laki-laki. Lebih parah lagi, pada akhirnya tak sedikit dari kaum perempuan sendiri pun ikut-ikutan memberikan penegasan dominasi maskulin, melalui berbagai stigma yang dilekatkan pada dirinya sendiri.
Walau begitu tidak seluruh sistem sosial demikian adanya, terutama di dalam tatanan sosial masyarakat modern, masyarakat dengan tingkat kemakmuran yang tinggi seperti negara-negara di belahan Skandinavia, Eropa Barat, beberapa wilayah Amerika Serikat, Latin. Namun terasa ideologi gender yang cenderung berat sebelah, menampakkan dominasi kaum laki-laki (patriarchard dan patrilineal) terjadi di negara-negara benua Asia meliputi Timur Tengah, China, Indonesia, India, Malaysia.
Sebagai bukti bahwa ideologi gender yang bersifat berat sebelah, tidak adil, tidak seimbang, telah sedemikian dalam mengkonstruksi pola pikir masyarakat dunia, yakni dirasukinya isi kitab suci dengan dominasi nilai-nilai maskulin. Sementara itu nilai feminin hanya menjadi obyek penderita saja, sebagai subordinat dari otoritas konsep tuhan yang cenderung maskulinisme. Sehingga membuat imajinasi kita sulit sekali membayangkan tuhan sebagai figur perempuan, oleh karena doktrin agama yang telah dijejalkan bertubi-tubi sejak kecil, baik melalui telinga, mata, maupun hidung. Saya berandai-andai, jika tuhan adalah perempuan, sepertinya dunia ini akan lebih tenteram dan damai. Tak ada lagi perang antar agama. Karena kaum perempuan, kenyataannya tidak memiliki nafsu mendominasi, mengalahkan, menghancurkan, yang berujung pada peperangan sebesar yang dimiliki kaum laki-laki.
Pada kenyataannya, manusia telah membuat definisi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, yang kemudian menampakkan kadar subyektif dan berat sebelah dalam menilai. Diakui atau tidak, munculnya stigma (“stempel” negatif) terhadap kaum perempuan, hanya berdasar penilaian pada sisi minus-nya saja, bukan pada sisi plus dan esensinya.
EMPU

Mohon masukan dan saran